Sejarah Runtuhnya Daulah Ustmaniyah

BAB I
PENDAHULUAN
Daulah Utsmaniah atau yang biasa sering di kenal dengan peradaban islam pada masa dinasti
usmani di turki, dan biasa di sebut dengan dinasti turki usmani. Dinasti turki usmani ini merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam islam dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan islam di asia, afrika, dan eropa.
Munculnya dinasti usmani di turki terjadi pada saat dunia islam mengalami fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan abbasiyah. Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian Barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi sejak abad ke-9 M. pada abad itu muncul berbagai dinasti, seperti Bani Aghlab di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M), dan Bani Buaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M).[1]
Di anatara Negara muslim, turki usmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa sultan Usman, orang turki bukan hanya merebut Negara-negara arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan Kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya, turki merupakan faktor penting dalam perhitungan ahli-ahli politik di eropa barat.[2]
Dinasti turki usmani merupakan kekhalifahan islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia islam. Walaupun demikian bukan berarti dinasti turki usmani ini tidak memiliki kekurangan dan kemuduran yang mengakibatkan runtuhnya dinasti ini.
Untuk itu pemakalah akan sedikit mengupas di dalam makalah ini mengenai faktor-faktor  penyebabnya yang mengakibatkan runtuhnya dinasti turki usmani ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.                Kemunduran Turki Usmani
Setelah sultan sulaiman al-qanuni wafat (1566), kerajaan turki usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat.
Sultan sulaiman al-qanuni, di ganti oleh sultan salim ii (1566-1573 M). di masa pemerintahanya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan usmani  dengan armada laut keristen yang terdiri dari angkatan laut spanyol, angkatan laut bundukia, angkatan laut Sri Paus dan sebagian kapal pendeta malta yang di pimpin donjuan dari spanyol.[3]
Pertempuran ini terjadi di selat liponto (yunani). Dalam pertempuran ini turki usmani mendapat kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat di rebut oleh musuh. Baru pada masa sultan berikutnya, sultan Murad III, pada tahun 1975 M Tunisia dapat di rebut kembali.
Pada masa sultan Murad III ini dari tahun 1574-1595 M, sangat berkembang pesat dalam bidang kemiliteran. Dengan bukti mereka mampu menghasilkan penyerangan-penyerangan ke berbagai Negara dan kota-kota besar  yang membuahkan hasil, di antaranya Damaskus, Tiflis di laut hitam yang berhasil di taklukkan pada tahun 1577 M, merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negri Polandia, dan bahkan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
Walaupun pada masa itu menghasilkan banyak kekuasaan, akan tetapi menimbulkan kekacauan dalam negeri di karenakan kehidupan moral sultan yang tidak baik. Apalagi pada saat itu pemerintahan di pegang oleh para sultan yang lemah, seperti sultan Muhammad III (1595-1603 M). dalam situasi kurang baik itu Autria berhasil memukul kerajaan usmani.[4]
Di tambah lagi situasi yang semakin memburuk dengan naiknya musthofa I (1617-1623 M), setelah sultan Ahmad I (1603-1617 M). Musthofa Kamal menggabungkan diri ke dalam organisasi ini dan menuntut kembali pengembalian undang-undang. Di bawah tekanan organisasi ini Sultan Abdul Hamid mengembalikan Undang-undang ini. Organisasi ini kemudian menduduki ibukota dan mengasingkan Sultan. Namun ketika kekuasaan sudah mereka rebut para pembesar organisasi mulai bersikap diktator sampai akhirnya Mustafa Kamal At-Turk mendirikan Nasionalis Turki dan menggantikan model kekahlifahan dengan Republik Sekuler pada tahun 1923 M. Sejak kekuasaannya Turki telah jauh secara total dari Islam. Dia menghapus Khilafah mendorong ke arah sekuralisme (paham memisahkan agama dari dunia), meminimalisir penggunaan bahasa Arab di Turki bahkan ia mengganti adzan dengan bahasa Turki. Musthofa Kamal terus disibukkan dengan jabatan presidennya hingga dia meninggal pada tahun 1938. Dia tidak meninggalkan bagi Turki selain kemiskinan dan keterasingan. Dan juga, karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat di atasinya. Dan pada saat itu pula syaikh al Islam, mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan di ganti oleh Usman II (1618-1622 M).[5] namun semua itu tidak mampu memperbaiki keadaan menjadi lebih baik, dan dalam situasi tersebut bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan unruk merebut wilayahnya kembali. Yang akhirnya kerajaan usmani tersebut tidak bisa berbuat banyak dan terpaksa harus melepaskan bangsa Persia.
Akhirnya pada masa sultan murad IV (1623-1640 M), ia mulai memperbaiki kerajaan. Dan belum semua kondisi dan situasi Negara terpulihkan akhirnya dia harus turun karena masa kepemerintahannya telah habis.
Situasi politik yang awalnya mulai membaik akhirnya merosot kembali di masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648 M), karena ia temasuk orang yang lemah dan pada saat itulah orang-orang venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang turki usmani dari Cyprus dan creta tahun (1645 M). kekalahan itu membawa Muhammad koprulu (berasal dari kopru dekat amasia di asia kecil) ke kedudukan sebagai wajir atau shadr al-a’zham (perdana mentri) yang di beri kekuasaan absolut.[6] Dan ia pun berhasil mengembalikan peraturan Negara dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan Negara. Dan setelah dia meninggal, akhirnya jabatannya di gantikan oleh anaknya Ibrahim. Dan pada masa kepemerintahan anaknya inilah banyak mengalami kemerosotan. Ia kalah dalm pertempuran secara berturut-turut dan wilayah turki usmani juga mulai sedikit demi sedikit terlepas dari wilayah kekuasaannya, dan di rebut oleh Negara-negara eropa yang baru mulai bangun. Itu semua di sebabkan karena Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali.
Pada tahun 1699 M terjadi perjanjian “ perjanjian karlowith” yang memaksa sultan untuk menyerahkan seluruh hongaria, sebagian besar Slovenia dan croasia kepada Hapsburg. Dan hemeniezt, padolia, ukraina, morea, dan sebagian dalmatia kepada orang-orang venetia.[7]
Pada tahun 1774-1789 M  kerajaan usmani di pegang oleh sultan abdul hamid, ia juga seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, dikutchuk kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “perjanjian kinarja” dengan Catherine II dari rusia. Isi perjanjiannya ialah:
1.      Kerajaan usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut hitam kepada rusia dan memberi izin kepada armada rusia untuk melintasi selat yang menhubungkan laut hitam dengan laut putih.
2.      Kerajaan usmani mengakui kemerdekaan kirman (crimea).[8]
Demikianlah proses kemunduran yang di alami kerajaan usmani selama dua abad lebih setelah peninggalan sultan sulaiman al-qanuni. Satu persatu negeri-negeri eropa yang pernah di kuasai kerajaan ini mulai memerdekakan diri. Di tambah lagi dengan beberapa daerah di timur tengah mencoba bangkit memberontak.

B.       Faktor-Faktor Kemundurannya.
Ada beberapa factor secara umum yang menyebabkan kerajaan usmani itu mengalami kemunduran, di antaranya adalah:
1.      Wilayah kekuasan yang sangat luas
Di karenakan administrasi kepemerintahan kerajaan usmani yang tidak beres. Dan di pihak lain, para penguasa sangat berambisi untuk menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa. Dan karena itulah hal ini banyak menyedot potensi yang seharusnya dapt di gunakan uintuk membangun Negara.[9]
2.      Heterogenitas penduduk
Wilayah kerajaan yang sangat luas sudah tentu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agam, ras, etnies, maupun adat istiadat. Untuk itu, mengatur penduduk yang beragam seperti ini, sangt membutuhkan orgnisasi pemerintahan yang teratur. Karena kerrajaan usmani tidak memilikinya, maka mereka hanya menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Karena dengan latar belakang tersebut sering sekaali terjadi pemberontakan dan peperangan.
3.      Kelemahan para ppenguasa
Sepeninggalnya sulaiman al-qanuni, kerajaan usmani di perintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dari keperibadian maupun dari kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan manjadi kacau, dan tidak pernah teratasi dengan sempuran, akhirnya semakin lama menjadi semakin parah.
4.      Budaya pungli (pungutan liar)
Setiap jabatan yang hendak di raih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.[10] Hal ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.[11]
5.      Pemberontakan tentang jenissari
Tentara jenissari banyak menentukan kemanjuan ekspansi kerajaan usmani, dapt di bayangkan jika tentara ini memberontak. Dan pemberontakan itu terjadi sebanyak 4 kali, yakni: 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.[12]
6.      Merosotnya ekonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang dan belanja Negara sangat besar, termasuk untuk baya perang.[13]
7.      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmmu dan teknologi.
Karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Dan kemajuan militer ini tidak di imbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak mampu menghadapi persenjataan musuh yang lebih maju.
Demikianlah faktor-faktor kemunduran kerajaan usamni. Dan masa selanjutnya, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan eropa tambah ekstrim dan tanpa segan-segan menjajah dan menduduki wilayah kekuasaan usmani. Terutama di timur tengah dan afrika utara.
Sedangkan faktor-faktor yang lebih detail, tentang fase kelemahan yang menyebabkan kemunduran kerajaan usmani ini, adalah:[14]
a)      Kekaisaran yang luas ini merupakan percampuran dari bangsa-bangsa dan agama-agama yang saling bertentangan, tidak saling membantu.
b)      Kemerosotan pasukan berkuda (kaveleri) dan kerusakan mereka di yakinisebagai penyebab utama runtuhnya bangunan pemerintahan ini, setelah sebelumnya pasukan ini menjadi penopang kekuatan pemerintahan dan kemenangan-kemenangannya.
c)      Pengabaian total terhadap kemaslahatan rakyat dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka.
d)     Penguasaan logika militeryang cenderung pada kekuatan, otoriterisme dan kekerasan.
e)      Banyak di antara khalifah yang menenggelamkan diri pada kemewahan, kelembutan,kehampaan dan kekejian.
f)       Menikahi wanita-wanita eroppa yang menjadi mata-mata bagi barat di istana-istana khalifah.
g)      Tidak adanya tujuan mendasar. Setelah meraih kemenangan, namun lebih cenderung kepada kemalasan.
h)      Luasnya kekuasaan pemerintahan, dan tidak adanya kemampuan menguasainya karena jeleknya administrasi pemerintahan serta tersebarnya suap dan kerusakan.
i)        Adanya gerakan-gerakan kaum salib eropa dan peperangan-peperangan yang menghancurkan.
j)        Tidak adanya upaya menjaga kemanjuan dan perkembangan ilmu, yang berakibat kepada keterbelakangan dan kemunduran.
k)      Gerakan-gerakan dan revolusi yang terus-menerus dengan tujuan kemerdekaan diri.
l)        Berdirinya lembaga-lembaga rahasia dan organisasi-organisasi dan munculnya paham kedaerahan dan nasionalisme.
m)    Lemahnya para sultan yang terakhir dan kehinaan mereka.
n)      Menyimpang dari manhaj Allah, serta tidak komitmen dengan pengkajian-pengkajian islam.

KESIMPULAN
v  Keruntuhan Kekhalifahan Turki Utsmani
Khilafah Islamiyah sejak jaman Khulafaur Rosyidin berdiri dengan kokoh sampai pada Khilafah Utsmaniyah. Kekhalifahan dalam Islam mengalami pasang surut antara kejayaan, keemasan dan kadang kemunduran. Salah satu kekhalifahan yang mempunyai rentang waktu panjang dan kejayaan yang mengagumkan adalah Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki. Kesukseskan terbesar kekhalifahan Utsmaniyah diantaranya adalah penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Hal ini mengukuhkan status kesultanan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Hingga hampir dikatakan, semua kota penting yang sangat terkenal sejak jaman dahulu masuk ke dalam wilayah kekhalifahan Utsmaniyah. Pada saat itu seluruh Eropa gemetar dengan kekuasaan Utsmaniyah, Raja-raja Eropa berada dalam jaminan keselamatan yang diberikan khalifah Utsmaniyah.
Semua hal inilah yang menjadikan raja-raja Eropa menyimpan dendam sekaligus hasrat yang membara untuk meluluhlantakkan Khalifah Utsmaniyah. Mereka menunggu kesempatan dan menyusun rencana yang benar-benar matang. Bahkan disebutkan bahwa para pemikir, filosof, raja, panglima perang dan pastur bangsa Eropa ikut terlibat dalam penyusunan rencana tersebut. Tak kurang dari perdana menteri Romawi Dubuqara menulis buku yang berjudul Seratus Kiat untuk Menghancurkan Turki.
v  Sebab-sebab Keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah Turki
Pemerintahan Kekhalifahan Utsmaniyah berakhir pada 1909 H, dan kemudian benar-benar dihapuskan pada 1924 H. Setidaknya ada tiga sebab yang melingkupi keruntuhan kekhilafahan kebanggaan kaum muslimin ini, antara lain:


ü  Pertama : Kondisi Pemerintahan yang Lemah dan Kemorosotan Akhlak
Turki mulai mengalami kemunduruan setelah terjangkit penyakit yang menyerang bangsa-bangsa besar sebelumnya, yaitu : cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, benci membenci, dan penindasan. Pejabat pemerintahan terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta. Begitu pula rakyat yang terus menerus tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan hidup, meninggalkan pemahaman dan semangat jihad. 
ü  Kedua : Serangan dan Pertempuran Militer dari Eropa
Sebelum terjadinya Perang Dunia I yang menghancurkan Turki, upaya penyerangan dari Raja Eropa ke Turki sebenarnya sudah dimulai pada akhir abad 16, dimana saat itu keluar statement yang menyatakan bahwa : ” Sri Paus V, raja Perancis Philip dan republik Bunduqiyah sepakat untuk mengumumkan perang ofensif dan defensif terhadap orang-orang Turki untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Turki seperti Tunisia, Al-Jazair dan Taroblush”. Sejak itulah Turki melemah karena banyaknya pertempuran yang terjadi antara mereka dan negara-negara Eropa. Puncak dari semua itu adalah keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I pada 2 Agustus 1914 atas rencana busuk dari Mustapa Kamal, dan mengakibatkan Turki kehilangan segala-galanya, dimana militer penjajah akhirnya memasuki Istambul.  
ü  Ketiga : Gerakan Oposisi Sekuler dan Nasionalis
Selain serangan konspirasi dari luar,  kekhalifahan Utsmaniyah juga menerima perlawanan oposisi dari organisasi sekuler dan nasionalis yang sempit, seperti Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang digawangi oleh Mustafa Kemal Ataturk. Dalam perjuangannya, mereka banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk mewujudkan keinginan mereka menghilangkan kekhalifahan. Puncaknya apa yang terjadi pada tahun 1909 H, dengan dalih gerakan mogok massal, organisasi Persatuan  dan Kesatuan berhasil memasuki Istambul, menyingkirkan khalifah Abdul Hamid II dan melucutinya dari pemerintahan dan keagamaan dan tinggal menjadi simbol belaka.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Usiry Ahmad, Sejarah Nabi: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Cet 1, Edisi Lux, Jakarta: Akbar Media, 2011.
Amin Samsul Munir, M.A., sejarah peradaban islam, Jakarta: Amzah, 2010.
A. Mughni  Syafiq, Sejarah kebudayaan islam di turki, Jakarta: Logos, 1997.
Brockkmann Carl, History Of The Islamic People, London: Routledge dan Kegan Paul, 1982.
Hasan, Ibrahim Hasan, sejarah dan kebudayaan islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Syalabi Ahmad, Sejarah Dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani, Jakarta: Kalam Mulia, 1988.
Yatim Badri, M.A, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003.



[1] Dr, Syafiq A. Mughni, Sejarah kebudayaan islam di turki, Jakarta: logos, 1997, hlm. 2.
[2] Phillp K. Hitti, Dunia Arab: Sejarah ringkas, bandung: sumur bandung t.t, hlm. 239.
[3] Drs. Samsul Munir Amin, M.A.,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: amzah, 2010, hlm. 205.
[4] Ibid, hlm. 206.
[5] Ibid.
[6] Hasan Ibrahim hasan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: kota kembang, 1989, hlm. 339.
[7] Ibid, hlm. 340.
[8] Carl brockkmann, history of the Islamic people, London: routledge dan kegan paul, 1982, hlm. 336.
[9] Ahmad syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani,Jakarta: kalam mulia, 1988, hlm. 49.
[10] Ibid, hlmm. 50.
[11] Dr. badri yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT rajagrafindo persada, 2003, hlm. 168.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ahmad al-usiry, Sejarah Nabi: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, cet 1, edisi lux, Jakarta: akbar media, 2011, hlm. 365.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan pesan pembaca. so jangan lupa tinggalkan komentarnya yea,,,
atau bsa tulis lngsung di guestbook,,, thanks your visited