Setiap
perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul
dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun
dapat dilihat dari
wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari
kejiwaan.
Oleh
karena itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi akhlak atau perilaku manusia
pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yaitu:
1.
Aliran Nativisme
Nativisme
berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari
filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas,
pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme
adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak
ia dilahirkan. Faktor lingkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan
dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari
Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri
seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan
genetik dari kedua orang tua.[1]
Aliran Nativisme berpendapat
karena factor pembawaan sejak lahir. Pembawaan sejak lahir meliputi segala hal
yang diturunkan oleh orang tua melalui gen yang dibawanya. Dari mulai hormone,
system organ, dsb yang berpengaruh pada perilaku.[2]
Dengan
demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu
sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan
menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan
menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak
akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan
itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara
fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan
Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak
manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga
hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Dengan
tegas Arthur Schopenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik
akan menjadi baik. Pandangan ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan
pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor
pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada,
artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan
anak.[3]
Walaupun
dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang
tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan
genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak,
tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan
anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri
sendiri (jati diri).
Misalnya
/ contoh lain, ada seorang anak SMA yang mempunyai bakat bermain gitar. Pikiran
dan perasaannya selalu termotivasi untuk bermain gitar. Dia selalu bermain
gitar berjam-jam, tanpa merasakan kebosanan. Pekerjaannya hanya bermain gitar
bahkan sekolahnya saja tidak menarik hatinya. Orang tuanya selalu menasehatinya
bahkan orang tuanya melarang dia untuk bermain gitar dan memutuskan senar
gitarnya. Orang tuanya menginginkan dia kelak menjadi seorang arsitek. Hanya
karena paksaan dari orang tuanya dan bimbingan dari gurunya saja dia
bersekolah. Tetapi saat dia lepas dari pengawasan orang tuanya dan gurunya, dia
kembali kepada gitar dan mencurahkan perhatiannya untuk bermain gitar. Contoh
tersebut merupakan suatu bukti bahwa pendidikan dan lingkungan sama sekali
tidak berkuasa, itulah kata nativisme.
Dengan
demikian jelaslah bahwa menurut aliran ini perkembangan manusia dalam menjalani
hidupnya tergantung pada pembawaannya (faktor hereditas). Menurut penelitian,
faktor hereditas mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang.
Dalam perspektif hereditas, perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh:[4]
a. Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa
bakat-bakat tertentu. Bakat ini dapat diumpamakan sebagai bibit kesanggupan
atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memilliki
bermacam-macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama,
akal yang tajam, dan sebagainya.
Anak yang mempunyai bakat musik
misalnya, maka minat dan perhatiannya akan sangat besar terhadap musik. Ia akan
mudah mempelajarinya, mudah mencapai kecakapan-kecakapan yang berhubungan
dengan musik. Dia dapat mencapai kemajuan dalam bidang musik, bahkan mungkin
mencapai prestasi yang luar biasa seperti ahli musik dan pencipta lagu. Dengan
demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan individu.
b. Sifat-sifat keturunan
Sifat-sifat keturunan yang diwariskan
oleh orang tua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak dapat berupa fisik
maupun mental. Mengenai fisik misalnya muka (hidung), bentuk badan, dan suatu
penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah,
pendiam, dan sebagainya.
Dengan
demikian jelaslah bahwa sifat-sifat keturunan ikut menentukan perkembangan
seorang anak.
A.
faktor-faktor perkembangan manusia dalam teori
nativisme[5]
1. Faktor Genetic.
Adalah faktor gen dari kedua orangtua
yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya
adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya
memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
2. Faktor Kemampuan Anak.
Adalah faktor yang menjadikan seorang
anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata
karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya
adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak
untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3. Faktor pertumbuhan Anak.
Adalah faktor yang mendorong anak
mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara
alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia akan bersikap enerjik,
aktif, dan responsif terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan
kemampuan yang dimiliki.
B.
tujuan-tujuan teori nativisme[6]
Didalam
teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat
suatu inti pribadi”. Sedangkan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer
(1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak
lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia diharapkan:
1. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki.
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa
mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang
bisa dikembangkannya. Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan
sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.
2. Mendorong manusia mewujudkan diri yang
berkompetensi.
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap
manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan
minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang
lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin
dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
3. Mendorong manusia dalam menentukan
pilihan.
Adanya teori ini manusia bisa bersikap
lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan
pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap
pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang
terbaik untuk dirinya.
4. Mendorong manusia untuk mengembangkan
potensi dari dalam diri seseorang.
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan
manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimiliki agar
manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
5. Mendorong manusia mengenali bakat minat
yang dimiliki.
Dengan adanya teori ini, maka manusia
akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, dengan artian semakin dini manusia
mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih
memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal.
C.
Aplikasi pada masa sekarang
Faktor
pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar dan
pendidikan (Arthur Schopenhauer (1788-1860)). Untuk mendukung teori tersebut di
era sekarang banyak dibuka pelatihan dan kursus untuk pengembangan bakat
sehingga bakat yang dibawa sejak lahir itu dilatih dan dikembangkan agar setiap
individu manusia mampu mengolah potensi diri. Sehingga potensi yang ada dalam
diri manusia tidak sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi
pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang memang
mengetahui bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat dan minat pada
usia dini sedikit mendapat paksaan dari orang tua dan hal itu menyebabkan bakat
dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan hilang karena sikap otoriter
orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat, kemampuan dan minat anak.
Lembaga
pelatihan ini dibuat agar menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar
kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang dengan baik
sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal.
Tanpa
disadari di lembaga pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatan yang bisa
mengembangkan dan menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga
selain anak mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi juga bisa
mengembangkan bakat yang dimilikinya.
Menurut
aliran ini bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa
sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang dinamakan sifat pembawaan. Para ahli
yang mengikuti paham ini biasanya menunjukkan berbagai kesamaan/kemiripan
antara orangtua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka
anaknya juga akan menjadi ahli musik, ayahnya seorang ahli fisika maka anaknya
juga akan menjadi ahli fisika. Keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh
orangtua juga dimiliki oleh anaknya.
Sifat
pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Pendidikan dan lingkungan hampir-hampir tidak ada pengaruhnya
terhadap perkembangan anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran ini
berpandangan pesimistis terhadap pengaruh pendidikan. Tokoh aliran ini ialah
Schopenhauer dan Lombroso.
BAB
II
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, Jakarta: PT Rieneka Cipta, 2001.
Makmum, Abin Syamsudin. Psikologi
Kependidikan. Bandung: PT Rosdakarya.
2007.
[1] http://asyamforex.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
di akses tgl 10 Des 2013 (20:39)
[2]Abu
Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, PT Rieneka Cipta, Jakarta, 2001,
hlm. 124 & 127.
[3] Op. Cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan pesan pembaca. so jangan lupa tinggalkan komentarnya yea,,,
atau bsa tulis lngsung di guestbook,,, thanks your visited