Lahirnya Kehidupan Baru dan Keinginan

kehidupan bukanlah sebuah pilihan, akan tetapi kehidupan adalah sebuah kenyataan yang harus di jalani. Itulah sebuah kalimat yang sering saya ucapkan ke orang lain. Yang tanpa saya sadari,
hingga sampai saat ini ternyata saya sudah berada di umur ke-21 tahun yang hanya hitungan minggu akan merubah angka tersebut menjadi 22 tahun, Subahanallah begitu singkat ternyata hidup ini. 21 tahun saya hidup di dunia ini sudah banyak meninggalkan bahkan melupakan kenangan-kenangan indah yang seharusnya menjadi sebuah pelajaran dalam hidup ini. Tapi apalah daya kita hanyalah manusia biasa yang tidak akan lepas dari kehilafan.
Awal cerita terlahirnya saya ke alam kedua setelah alam rahim seorang ibu pun sudah banyak hal yang terlupakan. Mulai dari kejadian pada saat itu, peristiwa yang terjadi, keadaan lingkungan -rumah, dll-, suasana saat itu apakah hujan atau cerah saya pun tidak tahu, bahkan waktu  -jam, menit, detik- pun saya tidak mengingatnya sama sekali. Yang saya ingat sampai saat ini ialah saya di lahirkan seorang ibu tercinta bertepatan dengan tanggal dan bulan pernikahan kedua orang tua saya yaitu tanggal 18 mei 1992 yang pada saat saya  lahir timbulah suara tangisan seorang bayi yang di sambut rasa gembira dalam sebuah rumah yang mendapat amanah baru.
Beberapa tahun saya jalani kehidupan di alam baru, dengan nama baru -Muhammad Idris-, suasana yang penuh dengan kegembiraan sekalipun saya belum mengerti apa pun hanya tangisan dan suara bayi yang lucu serta kasih sayang kedua orang tua dan saudara, tibalah saya menginjak umur 6 tahun tepatnya tahun 1998. Pada saat itu pun kedua orang tua saya sepakat untuk memasukkan saya di lingkungan baru yaitu lingkungan pendidikan atau sekolah.  Rasa gembira pun membara di dalam hati saya karena akan duduk di bangku sekolah dasar. Saya dan orang tua pun berangkat untuk mendaftar, namun rasa gembira saya tiba-tiba padam saat mendengar perkataan dari bagian administrasi sekolah “maaf pak pendaftaran kami sudah tutup kemarin dan ini pun juga sudah penuh” pungkasnya, rasa kecewa dari raut wajah orang tua saya pun terpampang begitu jelas. Akhirnya kami putuskan untuk pulang, dengan penuh rasa kekecewaan. Dan ketika sampai di rumah kabar gembira terdengar di telinga kami, sekalipun tidak begitu menghilangkan rasa kekecewaan kami tapi dapat mengobati sedikit dari rasa itu. Kabar gembira tersebut yaitu kalau di tempat saya sudah di buka TK (taman kanak-kanak), di musukkanlah saya ke TK tersebut dan menjadi angkatan pertama.
Belum setahun berada di TK, kabar gembira berikutnya terdengar lagi karena tahun depan akan di buka SD (sekolah dasar) di lingkungan kami. Akhirnya tahun 1999 bertepatan umur saya 7 tahun, akhirnya saya bisa duduk di bangku SD. Kegiatan yang saya jalani sesuai dengan managemen yang ada saat itu tanpa saya sadari 6 tahun berlalu tepatnya pada tahun 2005 waktu  yang begitu terasa cepat dan singkat, akhirnya mengharuskan saya menginjak di jenjang pendidikan selanjutnya. Banyak hal yang terjadi selama 6 tahun duduk di bangku SD mulai dari rasa sedih sampai bahagia pun semuanya mewarnai perjalanan saya menuntut ilmu di lingkungan pendidikan SD.
Begitupun pada saat saya telah di terima di salah satu MTs Negeri yang juga berada di daerah tempat saya tinggal sekalipun bukan di lingkungan saya karena saat itu belum ada pendidikan  setingkat Menengah Pertama  di lingkungan saya. Di tingkat SD yang lamanya 6 tahun saja begitu cepat dan terasa singkat, apa lagi di jenjang pendidikan menengah pertama yang hanya 3 tahun sangat begitu cepat. Yang mana pada saat itu saya berumur 16 tahun tepatnya pada tahu 2008 saya  sudah harus meninggalkan tingkat pendidikan Menengah Pertama tersebut, yang artinya lagi-lagi saya harus meneruskan ke jenjang pendidikan selanjutnya. 3 tahun di  MTsN juga banyak meninggalkan cerita-cerita yang sedih, melankolis hingga kegembiraan yang saya rasakan.
Di umur 16 tahunlah saya sudah meginjak jenjang pendidikan terakhir dengan status siswa. SMA (sekolah menengah atas) atau yang sederajat, itulah yang menjadi ukuran saya mengatakan jenjang akhir di pendidikan yang menyandang status siswa. Setahun saya berada di bangku SMA/MA tepatnya saya di MA Bina Islam (salah satu MA di kota tempat saya tinggal), saya belum bisa menentukan tujuan pendidikan saya selanjutnya. Setahun selanjutnya, ketika saya duduk di bangku kelas 2 MA saya sedikit tercerahkan kemana saya akan meneruskan, kebetulan saat itu saya berada di jurusan IPS dan yang ingin saya tuju di pendidikan selanjutnya ialah jurusan ekonomi atau akuntansi. Begitu mudah dan nyaman ketika saya belajar kedua mata pelajaran ini. Sampai tiba saatnya detik-detik di penghujung lingkungan pendidikan yang berstatuskan siswa. Try out dan segala macam bentuk persiapan telah saya lakukan baik dari sekolah maupun secara pribadi.
Hingga tiba saat dimana saya bener-bener berusaha dan berkerja keras untuk membuktikan diri bener-bener akan melangkah ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu UNAS. 6 hari telah berlalu mengerjakan soal-soal UNAS dan hanya tinggal menunggu waktu yang akan menjawab hasil dari usaha dan kerja keras saya.
Kurang lebih sebulan lamanya akhirnya tibalah hari yang menegangkan bagi saya yaitu hari dimana akan di umumkan hasilnya, yang mana akan menyatakan lulus atau tidaknya diri saya. Detik demi detik, menit demi menit, bahkan jam demi jam, saya menunggu dan akhirnya nama saya di panggil dan ayah saya sebagai wali saya yang menerima amplop putih bersih yang berisikan sebuah kertas yang kami tidak mengetahui apa tulisan di atas kertas tersebut.
Perasaan gelisah dan tidak tenang pun menyelimuti tubuh ini, dan akhirnya setelah  amplop tersebut di buka “jreeenngg....” Alhamdulillah ya Allah, saya luluuuuussss” teriak saya. Senang dan gembira bercampur aduk dan tak bisa tergambarkan.
Banyak kisah dan cerita indah yang saya alami dan tidak sedikit juga cerita sedih dan malu yang saya dapatkan, karena begitulah hidup di sebuah pondok pesantren.
Kemudian tibalah saatnya untuk membuktikan pilihan saya untuk meneruskan kuliah dengan jurusan ekonomi atau akuntansi. Akan tetapi lagi-lagi terulang masa kelam yang harus saya hadapi seperti di awal masuk lingkungan pendidikan. Apa yang saya harapkan tidak tercapai karena berbagai macam hal alasan dan kendala yang menjadi faktor untuk tidak meneruskan pilihan saya.
Banyak yang menawarkan kepada saya untuk melanjutkan ke salah satu perguruan tingginya Hidayatullah, yang mana pada saat itu yang bener-bener saya ketahui hanyalah STIS Hidayatullah Pusat dan STAIL yang hanya saya ketahui namanya saja. Beberapa alumni STAIL ada yang tugas di tempat saya dan dari merekalah saya sedikit mendapatkan cerita tentang STAIL tersebut. Yang mana juga akhirnya membuat saya penasaran dan sedikit untuk merasakan kampus tersebut.

Bagaimana dari pihak keluarga ? mulai dari orang tua saya dan kakak-kakak saya pun sangat mendukung akan rasa penasaran saya dan akhirnya mereka mendukung untuk meneruskan ke STAIL. Dengan tekad yang kuat di sertai kunci “sami’na wa atho’na” akhirnya saya berangkat dan alhamdulillah keterima setelah mengikuti berbagai macam tes. Beberapa bulan berlalu juga berbagai macam rasa yang saya alami, yang mana pada akhirnya saya bisa melawan itu semua dan mampu bertahan hingga saat ini. Alhamdulillah J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan pesan pembaca. so jangan lupa tinggalkan komentarnya yea,,,
atau bsa tulis lngsung di guestbook,,, thanks your visited