PERAN MEDIA TERHADAP DUNIA DAKWAH DAN PENDIDIKAN
Komunikasi
adalah satu disiplin ilmu sains sosial yang mendapat tempat dalam dunia
akademik sekarang. Ia amat penting
kerana ia mendidik kita menjalinkan hubungan antara kita sesama manusia dan
antara manusia dengan Allah, Allah pula berfirman (menyampaikan pesan) melalui
Al-Quran. Banyak yang pengkaji disiplin komunikasi, terutama dari barat telah
mengklasifikasikan dan menganalisis berbagai tafsiran dan mengwujudkan berbagai
teori tentang komunikasi dalam perspektif masing-masing. Dimana disiplin ilmu
tentang komunikasi sedangkan media Islam terabaikan.
Dalam era
globalisasi ini, berbagai macam media lahir bagai menyampaikan pesan kepada
manusia dan mengklasifikasikan menjadi media tradisional (koran, buku,
majalah), budaya (suku,ras, etnic ) dan media elektronik (internet, hp,
televisi, radio, dll).
Islam terus dikesankan
sebagai ajaran yang angker. Tak diragukan lagi, upaya ini ditopang oleh
media-media massa Barat secara kolektif. Media-media barat dapat dikatakan
sebagai eksekutor konspirasi Islamphobia. Hal ini lah yang membuat kalangan
budaya dan media-media massa dunia Islam gencar mereaksi propaganda Barat yang
menyudutkan Islam.
v
Di dalam Dunia Dakwah
Ahmad Muis dalam
bukunya yang berjudul Komunikasi Islam dalam era globalisasi ini informasi yang
datang dari sistem media massa Barat, merupakan tentangan yang tidak ringan
bagi media islam.
Sebab media
massa dikuasai oleh pengusaha Barat (non-muslim) yang telah mendirikan yang saat
ini di kenal oleh pakar-pakar ilmu komunikasi Barat sebagai kerajaan pers
(press empire). Juga di banyak negara yang sedang berkembang, kecuali di
negara-negara Islam, media Islam sangat lemah dan media sekular mengalami
kemajuan pesat. Pada umumnya, boleh dikatakan, bahwa era informasi akan
mendatangkan akibat-akibat tertentu terhadap sistem media massa Islam.
Barangkali
akibat buruknya lebih banyak daripada akibat positifnya. Sebab revolusi
informasi itu memperbesar kebebasan dan arus informasi internasional yang
dikuasai oleh filsafat Barat (non-muslim). Arus informasi dan bahan-bahan
hiburan, khususnya filem, memaksa masyarakat-masyarakat menerima nilai-nilai
Barat yang sekuler. Atau nilai-nilai yang bertentangan dengan kaedah-kaedah
agama (Islam). Masih lemahnya sistem media
massa Islam dalam hampir semua hal membuatnya tidak sanggup menyaingi aru media
informasi dari Barat.
Wajar jika kita
mengikut perkembangan dan manfaat dari media massa demi kepentingan ajaran dan
pengetahuan perkembangan di seluruh dunia. Sebagai alat komunikasi, penggunaan
media massa hendaknya berdasarkan ajaran Islam dalam usaha kita menyampaikan
pesan, terutama berdakwah kepada orang-orang. Komunikasi Islam hendaklah berperan
dan berfungsi sebagai media dakwah, pendidikan, hiburan yang positif dan
persuasif.
Pada dasarnya
kaedah agama itu sendiri merupakan pesan kepada manusia agar berperilaku sesuai
dengan perintah dan larangan Allah SWT dan Sunah Muhammad Rasulullah pada
hakikatnya adalah pesan kepada umat manusia supaya berperilaku sesuai dengan
firman Allah dan sabda Nabi. Dalam ilmu komunikasi hal itu dapat dimasukkan ke
dalam kajian komunikasi agama. Kurang lebih sama dengan kaedah-kaedah hukum
yang dibuat oleh manusia, juga merupakan pesan (informasi) kepada warga
masyarakat agar berperilaku sesuai dengan perintah dan larangan itu. Kaedah
(norma) biasanya didefinisikan sebagai perintah dan larangan. Ada norma agama,
ada norma hukum dan ada norma kesusilaan. Tetapi norma-norma agama merupakan
pesan (komunikasi) yang bersumber dari Allah SWT, melalui para Rasul atau para
Nabi. Pada dasarnya Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya memang merupakan media
komunikasi massa. (A.Muis, hal. 8)
Al-Qur’an
sebagai kitab (buku) dapat dikategorikan
sebagai salah satu jenis media massa cetak. Jadi sebagai media cetak Kitab itu
memiliki fungsi-fungsi yang kurang lebih sama dengan fungsi-fungsi yang
dimiliki oleh media cetak lainnya. Yakni antara lain fungsi informasi, fungsi
mendidik, fungsi kritik, fungsi pengawasan sosial (social control), fungsi
hiburan (yang dimaksud ialah hiburan yang sehat), fungsi menyalurkan aspirasi
masyarakat dan fungsi menjaga lingkungan (surveillance of the environment).
Fungsi yang disebut terakhir itu ialah
media massa senantiasa membuat masyarakat memperoleh informasi tentang keadaan
sekitar baik itu di dalam lingkungan sendiri mahupun di luar lingkungan mereka.
Dengan demikian masyarakat selalu dapat melakukan tindakan-tindakan penyesuaian
yang perlu untuk memelihara
kesejahteraan dan ketenteramannya atau untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata
lain, agar masyarakat dapat melakukan respons atau bertindak terhadap
lingkungannya.
Teori-teori
komunikasi Islam yang dijelaskan di atas itu lebih bermakna komunikasi dakwah. Pada
bdasarnya bahawa “…semua proses komunikasi Islami harus terikat pada
norma-norma agama Islam”. Dengan kata lain komunikasi menurut ajaran agama
sangat memuliakan etika. Media massa juga berfungsi memperkokoh kaedah-kaedah
sosial. Dalam hal itu media massa Islam relevan juga berperan di dalamnya.
Dengan kata lain media massa Islam dapat
melaksanakan hal itu melalui fungsi kritik atau pengawasan sosial (social
control) dengan cara verbal maupun tidak verbal, tetapi menghindari ungkapan
dan adegan-adegan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Lain
halnya media massa non-Islam (non-agama) atau media massa yang bersifat
sekular.
Kebanyakan media
massa Islam hidup di negara-negara yang sedang berkembang. Kerana itu media
massa Islam juga masih berada pada tahap atau kondisi “sedang berkembang” pula.
Hal itu berarti kemampuan media massa
Islam untuk bersaing dengan arus informasi internasional yang dikelola oleh
jaringan-jaringan media elektronik raksasa milik negara-negara maju (Barat)
sangat lemah. Dewasa ini, misalnya, jaringan TV dan radio Barat menguasai arus
informasi dan berita-berita di seluruh jagat raya ini.
Dari beberapa
uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa peran media terhadap dunia
dakwah sangatlah minim sekali, karena dakwah bisa saja tersampaikan kepada penerima pesan dari media tersebut jika dari
individu para khalayak media bener-bener merenungi dengan positif dari pesan
dakwah yang di sampaikan media tersebut. Oleh karenanya, jika hanya
mengandalkan media massa dalam berdakwah mustahillah jika kita sebagai aktivis
di dunia dakwah bisa mendapatkan hasil yang maksimal dari dakwah tersebut.
v
Di dalam Dunia
Pendidikan
Pada era
kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, media massa
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembentukan
karakter masyarakat. Hal ini harus dapat dilihat dengan jeli oleh para praktisi
pendidikan, sehingga dapat melakukan rekonstruksi terhadap metode pembelajaran
konvesional, terutama pendidikan karakter pada anak. Masalah ini penting untuk
segera mendapatkan perhatian, karena pendidikan karakter akan membentuk watak
anak hingga menjadi generasi yang tidak hanya mumpuni namun juga berjiwa
intelektual serta beragama.
Mengenai peran
atau fungsi media, Karling menyebutkan enam point yang menjadi fungsi media
massa, yaitu : (1) fungsi informasi, (2)
fungsi mendidik, (3) fungsi mempengaruhi, (4) fungsi perkembangan mental, (5)
fungsi adaptasi lingkungan, dan (6) fungsi memanipulasi lingkungan.
Peran media,
khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah
dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta,
dan Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan karakter untuk menguatkan karakter
bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung
Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian, dan persatuan melalui radio.
Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi
yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama kepercayaan
diri bangsa, keberanian, kesediaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya
kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan
dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita
temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin
canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung
teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa.
Selama ini
pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan aspek kognitif atau aspek intelektual yang mengedepankan
pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berpikir. Bagi negara berkembang
mengutamakan penyerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk mengejar ketinggalan
terhadap negara yang telah maju.
Lembaga
pendidikan mampu mencetak lulusan yang hafal teori-teori pelajaran, pintar
menjawab soal-soal pertanyaan, dan selembar surat tanda tamat belajar dengan
nilai tinggi. Namun, mampukah mencetak manusia-manusia bermoral dan beriman,
serta siap menghadapi tantangan, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab ?
Kenyataannya,
pendidikan hanya mencari nilai bukan ilmu, pendidikan hanya sebagai syarat
bukan pengetahuan, maka ditempuh dengan berbagai macam cara untuk
mewujudkannya. Akhirnya yang muncul lulusan-lulusan yang siap kerja tapi tidak
bisa bekerja, siap naik karier tapi tidak mampu berpikir dan siap meraih
prestasi tapi tidak dapat beradaptasi.
Untuk itu,
Indonesia sebagai negara yang siap maju, membutuhkan manusia-manusia
berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa, negara dan agama. Salah satu upaya
mewujudkannya adalah melalui pendidikan berkarakter.
Karakter adalah
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan
siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas
tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan
akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan
tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian
atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Media masa dapat
memainkan peranan besar dalam pendidikan non formal dan informal, yaitu dalam
transfer informasi tentang materi pendidikan. Media massa mampu memberikan
informasi yang sangat kaya, up to date
bahkan kualitas informasinya pun sangat baik dan tinggi, serta dapat
mentransformasikan nilai-nilai pendidikan melalui informasi yang didesiminasikan
yang memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat terutama dalam perbaikan
martabat manusia.
Media massa juga
sudah menjadi instrument utama dalam modernisasi proses pendidikan, diantaranya
mempercepat proses penuntasan wajar pendidikan, terutama bagi peserta didik
yang berada di daerah pinggiran. Untuk itu dalam memainkan perannya
mencerdaskan bangsa, media massa mampu menampilkan balance argumentation dan
ada juga keseimbangan antara hal yang positif dan negatif, sehingga informasi
yang didapat diharapkan mampu mencerdaskan siswa dan bisa meningkatkan mutu
pendidikan.
Menurut Mulkan
(2007), sebagai salah satu kekuatan dunia, media massa memiliki beberapa peran
di antaranya menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur
(to entertain), dan mempengaruhi (to influance). Peran inilah yang seharusnya
bisa diberdayakan, sebagai salah satu solusi dalam melakukan pengembangan
berbagai metode pendidikan karakter bagi anak. Kemampuan media massa untuk
mendidik sekaligus memberikan pengaruh secara meluas tanpa tersekat ruang dan
waktu merupakan keunggulan khusus yang patut untuk dimanfaatkan. Apalagi
konsumen media massa ada di hampir semua kalangan, baik dari menengah ke atas,
maupun menengah ke bawah. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pendidik
untuk melakukan transfer ilmu kepada pembaca ataupun pemirsanya.
Akan tetapi,
pesatnya perkembangan media informasi saat ini, yang merupakan imbas dari
kebebasan pers, mendorong media massa untuk lebih berorientasi bisnis. Sehingga
akhir-akhir ini, berita yang muncul di media massa adalah berita-berita
komersil, yang entah disadari atau tidak, justru menghancurkan konsep
pendidikan karakter. Sehingga, untuk keberhasilan propaganda pendidikan
karakter, sebaiknya media massa lebih arif dalam pemilihan berita ataupun
tayangan yang akan ditampilkan. Sebab, media massa secara perlahan namun
efektif, mampu membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang
melihat pribadi dan kehidupannya. Itulah mengapa, nilai-nilai yang terkandung
dalam pemberitaan media massa seharusnya memberikan manfaat. Atau setidaknya
mengembalikan manusia kepada kodratnya sebagai makhluk sosial dan berbudaya.
Sehingga pemulihan dan perbaikan martabat generasi muda dapat segera dilakukan.
Tentu saja peran media massa ini akan lebih berhasil apabila ada kerja sama
yang baik antara pemerintah, lembaga pendidikan, pendidik, peserta didik serta
orang tua dalam mewujudkan pendidikan berkarakter di Indonesia.
Dengan program
pendidikan karakter yang terus berkesinambungan, awal keberadaan media massa
sebagai penyedia informasi dan inisiator bagi perbaikan sistem pendidikan,
serta kerjasama yang baik dari semua elemen, maka ribuan anak bangsa mampu
terselamatkan dari kebodohan dan kebobrokan moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan pesan pembaca. so jangan lupa tinggalkan komentarnya yea,,,
atau bsa tulis lngsung di guestbook,,, thanks your visited